Virtual Address
Search Engine Google, Bing, Yahoo, Baidu, Yandex and Duckduckgo

Apa yang terbesit dalam pikiran Anda saat mendengar politik apartheid? Ya, setidaknya ada dua hal yang Anda ketahui, yakni ‘Afrika Selatan’ dan ‘Nelson Mandela’. Politik apartheid memang terjadi di Afrika Selatan dan berhasil dihapus oleh Nelson Mandela.
Seperti apa asal usul politik apartheid? Apa tujuan dari kebijakan itu? Dan bagaimana cara Nelson Mandela menghapus kebijakan itu?
Berikut penjelasan lengkap mengenai politik apartheid yang terjadi Afrika Selatan.
Kata Apartheid berasal dari bahasa Belanda yang berarti ‘pemisahan’. Pemisahan di sini berarti pemisahan orang-orang kulit putih (Eropa) dengan orang-orang kulit hitam yang merupakan penduduk asli Afrika Selatan.
Politik apartheid berawal dari pendudukan yang dilakukan oleh negara-negara Eropa di Afrika Selatan karena tergiur akan hasil tambang alam yang berpotensial. Negara pertama yang menduduki Afrika Selatan adalah Belanda (bangsa Boer), yakni pada tahun 1652. Belanda melakukan penjajahan terhadap Afrika Selatan dan menguasai sumber daya alam yang ada.
Hingga akhirnya, Inggris datang ke Afrika Selatan dengan tujuan yang sama. Belanda merasa terganggu dengan keberadaan Inggris di Afrika Selatan. Pada 1899-1902, kedua negara itu berperang, yang kemudian terkenal dengan sebutan ‘perang Boer’.
Inggris berhasil mengalahkan Belanda. Alhasil, wilayah Afrika Selatan dibagi menjadi dua kekuasaan, di antaranya wilayah selatan dikuasai oleh Belanda dengan mendirikan negara Oranye Vristaat dan Transvaal dan wilayah utara yang dikuasai oleh Inggirs dengan mendirikan negara Natal dan Cape Town.
Perang Boer kemudian terjadi kedua kalinya. Inggris lagi-lagi memenangkan perang itu. Alhasil, Inggris berhasil mempersatukan uni Afrika Selatan. Setelah berakhirnya perang Boer I dan II inilah kebijakan politik apartheid muncul.
Politik apartheid adalah politik perbedaan warna kulit antara kulit putih dan kulit hitam. Kebijakan yang berlaku pada 1948 ini berguna untuk mempertahankan dominasi minoritas kulit putih (Inggris atau Eropa) atas mayoritas non-kulit putih melalui pengaturan masyarakat di bidang sosial budaya, politik militer dan ekonomi.
Penerapan kebijakan ini membuat penduduk asli Afrika Selatan, yakni Suku Bantu mendapat perlakuan buruk dari Inggris. Selain itu, penduduk di Afrika Selatan juga dibagi menjadi 4 golongan ras, yakni kulit putih (keturunan Eropa), kulit hitam (suku Bantu), kulit berwarna (berdarah campuran) dan Asia (kebanyakan berasal dari Pakistan dan India).
Berikut tiga tujuan diterapkan kebijakan politik apartheid di Afrika Selatan:
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, politik apartheid membagi masyarakat Afrika Selatan ke dalam empat golongan ras. Tujuannya, agar setiap golongan ras dapat memajukan wilayahnya masing-masing.
Dengan begitu, setiap golongan ras dapat beraktivitas di wilayahnya masing-masing untuk memajukan wilayah tersebut. Setiap golongan ras juga tidak akan saling bersitegang. Demikian indoktrinasasi dari kebijakan politik apartheid.
Tujuan untuk memajukan setiap golongan ras ternyata berbeda dengan kenyataannya. Selama diterapkannya politik apartheid, kaum kulit hitam (penduduk asli Afrika Selatan) mengalami diskriminasi rasial. Setidaknya ada tiga prinsip-prinsip ideologi politik apartheid yang mengandung diskriminasi, di antaranya:
Inti dari penerapan kebijakan politik apartheid adalah memisahkan kaum kulit putih (Inggris atau Eropa) dengan kaum kulit hitam (penduduk asli Afrika Selatan). Negara Inggris beranggapan bahwa kaum kulit putih merupakan superior. Mereka memiliki derajat lebih tinggi daripada kaum kulit hitam.
Pemisahan ini bertujuan agar kaum kulit putih dapat sepenuhnya mengontrol negara tanpa ada campur tangan dari kaum kulit hitam. Lebih lanjut, politik apartheid juga melarang pertemanan, persahabatan dan pernikahan antara kaum kulit hitam dengan kaum kulit putih.
Pemberontakan demi pemberontakan dilakukan untuk menghapus kebijakan politik apartheid. Nelson Rolihlahla Mandela adalah tokoh yang berperan penting dalam penghapusan kebijakan tak adil itu. Pada tahun 1961, pria yang akrab dipanggil Nelson Mandela itu menggelar aksi ‘diam di rumah’ sebagai bentuk protes terhadap penerapan apartheid di Afrika Selatan. Pemimpin apartheid tidak terima dengan aksi tersebut. Akibatnya, Nelson Mandela dijebloskan ke penjara selama 28 tahun.
Pada 11 Februari 1990 atau pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk, Nelson Mandela bebas dari penjara. Nelson Mandela kembali bergerak untuk menumpas politik apartheid di bumi Afrika Selatan.
Pada 2 Mei 1990, gerakan yang dipelopori Nelson Mandela, African National Congress (ANC) mengadakan perundingan dengan pemerintahan Afrika Selatan untuk pertama kalinya. Hasilnya, pada 3 Juni 1990, de Klerk menghapus Undang-undang Darurat Negara yang berlaku hampir pada setiap bagian negara Afrika Selatan.
de Klerk, pada 21 Februari 1991 juga mengumumkan penghapusan semua ketentuan dan eksistensi politik Apartheid di depan parlemen Afrika Selatan. 3 Undang-undang, yakni Land Act, Group Areas Act dan Population Registration Act yang memperkuat kekuasaan apartheid akhirnya dihapuskan.
Penghapusan 3 Undang-undang ini diikuti dengan janji de Klerk menyelenggarakan pemilu non-rasial pada tahun 1994. ANC, partai yang dipimpin oleh Nelson Mandela ini berhasil menjadi pemenang,
Nelson Mandela, pada 9 Mei 1994, pun dipilih oleh Majelis Nasional sebagai Presiden Afrika Selatan. Pada 10 Mei 1994, ia dilantik dengan seremonial megah di Union Building, Pretonia. Hal ini menjadikan Nelson Mandela sebagai Presiden pertama dari kaum kulit hitam. Masih di tahun yang sama, atas usahanya, Presiden kulit hitam itu mendapatkan anugerah Nobel Perdamaian.